Cari Blog Ini

Math'Vers

Math'Vers

Senin, 10 November 2014

MATEMATIKA DAN WARISAN BUDAYA



A.    Pengertian matematika dan warisan budaya
Matematika (dari bahasa Yunani: μαθηματικά - mathēmatiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Melalui penggunaan penalaran logika dan abstraksi, matematika berkembang dari pencacahan, perhitungan, pengukuran, dan pengkajian sistematis terhadap bangun dan pergerakan benda-benda fisika. Matematika praktis telah menjadi kegiatan manusia sejak adanya rekaman tertulis. Argumentasi kaku pertama muncul di dalam Matematika Yunani, terutama di dalam karya Euklides, Elemen.
Matematika selalu berkembang, misalnya di Cina pada tahun 300 SM, di India pada tahun 100 M, dan di Arab pada tahun 800 M, hingga zaman Renaisans, ketika temuan baru matematika berinteraksi dengan penemuan ilmiah baru yang mengarah pada peningkatan yang cepat di dalam laju penemuan matematika yang berlanjut hingga kini.
Secara khusus. Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dupelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten.
Menurut etimologi Kata "matematika" berasal dari bahasa Yunani Kuno μάθημα (máthēma), yang berarti pengkajian, pembelajaran, ilmu yang ruang lingkupnya menyempit, dan arti teknisnya menjadi "pengkajian matematika",
Bentuk jamak sering dipakai di dalam bahasa Inggris, seperti juga di dalam bahasa Perancis les mathématiques (dan jarang digunakan sebagai turunan bentuk tunggal la mathématique), merujuk pada bentuk jamak bahasa Latin yang cenderung netral mathematica (Cicero), berdasarkan bentuk jamak bahasa Yunani τα μαθηματικά (ta mathēmatiká), yang dipakai Aristoteles, yang terjemahan kasarnya berarti "segala hal yang matematis". Tetapi, di dalam bahasa Inggris, kata benda mathematics mengambil bentuk tunggal bila dipakai sebagai kata kerja. Di dalam ragam percakapan, matematika kerap kali disingkat sebagai math di Amerika Utara dan maths di tempat lain.
Warisan budaya (culture heritage) merupakan bagian dari keberagaman dan kekhasan yang dimiliki oleh setiap suku bangsa. Warisan budaya dapat pula ditafsirkan sebagai bagian inti dari jati diri suatu bangsa. Dengan kata lain, martabat suatu bangsa ditentukan oleh kebudayaannya yang mencakup unsur-unsur yang ada di dalamnya. Warisn budaya adalah kekayaan yang harus kita pelihara dan kita kembangkan.

B.     Sejarah matematika dalam  warisan budaya

Evolusi matematika dapat dipandang sebagai sederetan abstraksi yang selalu bertambah banyak, atau perkataan lainnya perluasan pokok masalah. Abstraksi mula-mula, yang juga berlaku pada banyak binatang adalah tentang bilangan: pernyataan bahwa dua apel dan dua jeruk (sebagai contoh) memiliki jumlah yang sama.
Selain mengetahui cara mencacah objek-objek fisika, manusia prasejarah juga mengenali cara mencacah besaran abstrak, seperti waktuhari, musim, tahun. Aritmetika dasar (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian) mengikuti secara alami.
Langkah selanjutnya memerlukan penulisan atau sistem lain untuk mencatatkan bilangan, semisal tali atau dawai bersimpul yang disebut quipu dipakai oleh bangsa Inca untuk menyimpan data numerik. Sistem bilangan ada banyak dan bermacam-macam, bilangan tertulis yang pertama diketahui ada di dalam naskah warisan Mesir Kuno di Kerajaan Tengah Mesir, Lembaran Matematika Rhind.

            Penggunaan terkuno matematika adalah di dalam perdagangan, pengukuran tanah, pelukisan, dan pola-pola penenunan dan pencatatan waktu dan tidak pernah berkembang luas hingga tahun 3000 SM ke muka ketika orang Babilonia dan Mesir Kuno mulai menggunakan aritmetika, aljabar, dan geometri untuk penghitungan pajak dan urusan keuangan lainnya, bangunan dan konstruksi, dan astronomi,  Pengkajian matematika yang sistematis di dalam kebenarannya sendiri dimulai pada zaman Yunani Kuno antara tahun 600 dan 300 SM.
Matematika sejak saat itu segera berkembang luas, dan terdapat interaksi bermanfaat antara matematika dan sains, menguntungkan kedua belah pihak. Penemuan-penemuan matematika dibuat sepanjang sejarah dan berlanjut hingga kini. Menurut Mikhail B. Sevryuk, pada Januari 2006 terbitan Bulletin of the American Mathematical Society, "Banyaknya makalah dan buku yang dilibatkan di dalam basis data Mathematical Reviews sejak 1940 (tahun pertama beroperasinya MR) kini melebihi 1,9 juta, dan melebihi 75 ribu artikel ditambahkan ke dalam basis data itu tiap tahun.

C.    Matematika dan warisan budaya

Matematika dan warisan budaya dibagi menjadi dua, yaitu

1.      Matematika Empiris (Abad ke 6 SM – 1850)
Budaya yang paling menonjol dapat dikatakan sebagai ciri khas budaya suatu bangsa. Ciri khas bangsa Yunani Kuno adalah ide-ide idealnya, bangsa Romawi dengan budaya politik, militer dan suka menaklukan bangsa lain. Bangsa Mesir Kuno dengan seni keindahab dan juga mistik. Tahun 600 – 1200 ciri khas budaya bangsa Eropa adalah teologis. Tahun 1200 – 1800 budaya bangsa Eropa mulai eksplorasi alam sebelum revolusi industri. Abad ke 19 dan 20 penciptaan mesin-mesin otomatis berbarengan dengan kemajuan dalam bidang sains dan matematika.
Bangsa-bangsa Babilonia, Mesir, Sumeria dapat dipandang sebagai matematika empiris. Nama ini berkaitan dengan perkembangan matematika yang selalu untuk memenuhi keperluan dalam perdagangan, pengukuran, survei, dan astronomi. Dengan kata lain, matematika diangkat dari pengalaman manusia bergelut dengan masalah-masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun demikian matematika empiris ini telah mengantisipasi datangnya matematika non-empiris seperti telah digunakannya bilangan negatif dan sistem bilangan alam atau asli yang menuju ketakhingga.
Kontribusi paling menonjol bangsa Yunani terhadap perkembangan matematika terletak pada dipilihnya metode deduktif dan kepercayaannya bahwa fenomena alam dapat disajikan dalam lambang-lambang bilangan. Dan ini terbukti sekarang telah ditemukan alat-alat elektronik digital.
Bangsa Eropa sendiri baru belakangan tertarik pada matematika. Selam 1000 tahun matematika berkembangdi Asia kecil (Yubabi, Arab). Tahun 400 – 120 perkembangan matematika dikatakan mandek, hanya beberapa gelintir orang mengembangkan secara individual (tanpa ada komunikasi satu sama lain), diantara mereka adalah Boethius, Alcuino, dan Gerberet, dan yang paling akhir Leonardo Fibonacci. Barulah pada ke-16, pusat perkembangan matematika berada di Eropa.,           

2.       Matematika Konvensional (1850 – sekarang)
Aritmetika memiliki peranan ganda : sebagai alat bantu sains dan perdagangan, dan sebagai uji komparatif landasan dasar tempat sistem matematika itu dibangun. Hogben, Well, dan McKey dan lain-lain telah melukiskan peran aritmetika dengan indahnya.
Perkembangan kalkulasi yang paling spektakuler adalah diciptakannya “otak elektronik”, komputer. Komputer lebih banyak memerlukan matematika daripada aritmetika elementer. Penciptaan komputer memerlukan kolaborasi para pakar matematika, aritmetika, dan ahli teknik pakar mesin.
Pada abad 20 perkembangan aritmetika makin abstrak dan tergeneralisasi. Perkembangannya mengacu pada aljabar dan analisis guna lebih “mengeraskan” aritmetika. Sebaliknya yang terakhir ini disebut “arimetisasi”.
Abstraksi dan generalisasi pada abad 20 telah diantisipasi oleh Lobachevsky dengan munculnya geometri non-euclidnya. Selanjutnya pakar-pakar lain seperti Peacock, Gregory, DeMorgan, memendang aljabar dan geometri sebagai “hipothetico-deductive” dengan cara eucqlid.
Dengan kritikan tajam oleh Cantor, Dedekind, dan Weirstrass terhadap sifat-sifat sistem bilangan (seperti faktorisasi, habis dibagi dan sebagainya) pada tahun 1875, pada tahun 1899 Hilbert muncul dengan “metode postulatsional”. Dengan demikian, dari pandangan ini, bilangan, titik, garis, dan sebagainya adalah abstrak murni, tidak mempunyai kaitan dengan benda fisik. Akhirnya Peano berjaya menjelaskan bahwa sistem bilangan 1, 2, 3, ...... dapat diperluas (dalam arti dapat “menghasilkan”) sistem bilangan bulat, rasional, real, dan kompleks hanya melalui postulat pada bilangan alam.
Matematika yang telah berkembang selama dua ribu lima ratus tahun oleh generasi ke generasi, ternyata dapat diajarkan kepada anak-anak “hanya” dalam beberapa tahun di sekolah. Oleh karena itu, Prof  Judd (psikolog) mengatakan bahwa aritmetika adalah kreasi manusia paling perfect (sempurna) dan alat untuk berkomunikasi sesama manusia. Dengan demikian matematika perlu dijaga dan dikembangkan untuk mengantarkan manusia menyongsong hari esok yang cerah.

D.    Bukti-bukti matematika dalam warisan budaya 

1.      Ilham, matematika murni dan terapan, dan estetika
Matematika muncul pada saat dihadapinya masalah-masalah yang rumit yang melibatkan kuantitas, struktur, ruang, atau perubahan. Mulanya masalah-masalah itu dijumpai di dalam perdagangan, pengukuran tanah, dan kemudian astronomi; kini, semua ilmu pengetahuan menganjurkan masalah-masalah yang dikaji oleh para matematikawan, dan banyak masalah yang muncul di dalam matematika itu sendiri. Misalnya, seorang fisikawan Richard Feynman menemukan rumus integral lintasan mekanika kuantum menggunakan paduan nalar matematika dan wawasan fisika, dan teori dawai masa kini, teori ilmiah yang masih berkembang yang berupaya membersatukan empat gaya dasar alami, terus saja mengilhami matematika baru.
Beberapa matematika hanya bersesuaian di dalam wilayah yang mengilhaminya, dan diterapkan untuk memecahkan masalah lanjutan di wilayah itu. Tetapi seringkali matematika diilhami oleh bukti-bukti di satu wilayah ternyata bermanfaat juga di banyak wilayah lainnya, dan menggabungkan persediaan umum konsep-konsep matematika. Fakta yang menakjubkan bahwa matematika "paling murni" sering beralih menjadi memiliki terapan praktis adalah apa yang Eugene Wigner memanggilnya sebagai "Ketidakefektifan Matematika tak ternalar di dalam Ilmu Pengetahuan Alam".
Seperti di sebagian besar wilayah pengkajian, ledakan pengetahuan di zaman ilmiah telah mengarah pada pengkhususan di dalam matematika. Satu perbedaan utama adalah di antara matematika murni dan matematika terapan: sebagian besar matematikawan memusatkan penelitian mereka hanya pada satu wilayah ini, dan kadang-kadang pilihan ini dibuat sedini perkuliahan program sarjana mereka. Beberapa wilayah matematika terapan telah digabungkan dengan tradisi-tradisi yang bersesuaian di luar matematika dan menjadi disiplin yang memiliki hak tersendiri, termasuk statistika, riset operasi, dan ilmu komputer.
Mereka yang berminat kepada matematika seringkali menjumpai suatu aspek estetika tertentu di banyak matematika. Banyak matematikawan berbicara tentang keanggunan matematika, estetika yang tersirat, dan keindahan dari dalamnya. Kesederhanaan dan keumumannya dihargai. Terdapat keindahan di dalam kesederhanaan dan keanggunan bukti yang diberikan, semisal bukti Euclid yakni bahwa terdapat tak-terhingga banyaknya bilangan prima, dan di dalam metode numerik yang anggun bahwa perhitungan laju, yakni transformasi Fourier cepat. G. H. Hardy di dalam A Mathematician's Apology mengungkapkan keyakinan bahwa penganggapan estetika ini, di dalamnya sendiri, cukup untuk mendukung pengkajian matematika murni.
Para matematikawan sering bekerja keras menemukan bukti teorema yang anggun secara khusus, pencarian Paul Erdős sering berkutat pada sejenis pencarian akar dari "Alkitab" di mana Tuhan telah menuliskan bukti-bukti kesukaannya, Kepopularan matematika rekreasi adalah isyarat lain bahwa kegembiraan banyak dijumpai ketika seseorang mampu memecahkan soal-soal matematika.
1.      Notasi, bahasa, dan kekakuan
Bahasa matematika dapat juga terkesan sukar bagi para pemula. Kata-kata seperti atau dan hanya memiliki arti yang lebih presisi daripada di dalam percakapan sehari-hari. Selain itu, kata-kata semisal terbuka dan lapangan memberikan arti khusus matematika. Jargon matematika termasuk istilah-istilah teknis semisal homomorfisme dan terintegralkan. Tetapi ada alasan untuk notasi khusus dan jargon teknis ini: matematika memerlukan presisi yang lebih dari sekadar percakapan sehari-hari. Para NGA`matematik MCawan menyebut presisi bahasa dan logika ini sebagai "kaku" (rigor).
Lambang ketakhinggaan di dalam beberapa gaya sajian.
Kaku secara mendasar adalah tentang bukti matematika. Para matematikawan ingin teorema mereka mengikuti aksioma-aksioma dengan maksud penalaran yang sistematik. Ini untuk mencegah "teorema" yang salah ambil, didasarkan pada praduga kegagalan, di mana banyak contoh pernah muncul di dalam sejarah subjek ini.[19] Tingkat kekakuan diharapkan di dalam matematika selalu berubah-ubah sepanjang waktu: bangsa Yunani menginginkan dalil yang terperinci, namun pada saat itu metode yang digunakan Isaac Newton kuranglah kaku. Masalah yang melekat pada definisi-definisi yang digunakan Newton akan mengarah kepada munculnya analisis saksama dan bukti formal pada abad ke-19. Kini, para matematikawan masih terus beradu argumentasi tentang bukti berbantuan-komputer. Karena perhitungan besar sangatlah sukar diperiksa, bukti-bukti itu mungkin saja tidak cukup kaku.
Aksioma menurut pemikiran tradisional adalah "kebenaran yang menjadi bukti dengan sendirinya", tetapi konsep ini memicu persoalan. Pada tingkatan formal, sebuah aksioma hanyalah seutas dawai lambang, yang hanya memiliki makna tersirat di dalam konteks semua rumus yang terturunkan dari suatu sistem aksioma. Inilah tujuan program Hilbert untuk meletakkan semua matematika pada sebuah basis aksioma yang kokoh, tetapi menurut Teorema ketaklengkapan Gödel tiap-tiap sistem aksioma (yang cukup kuat) memiliki rumus-rumus yang tidak dapat ditentukan; dan oleh karena itulah suatu aksiomatisasi terakhir di dalam matematika adalah mustahil. Meski demikian, matematika sering dibayangkan (di dalam konteks formal) tidak lain kecuali teori himpunan di beberapa aksiomatisasi, dengan pengertian bahwa tiap-tiap pernyataan atau bukti matematika dapat dikemas ke dalam rumus-rumus teori himpunan.

2.      Matematika sebagai ilmu pengetahuan

Carl Friedrich Gauss mengatakan matematika sebagai "Ratunya Ilmu Pengetahuan" Di dalam bahasa aslinya, Latin Regina Scientiarum, juga di dalam bahasa Jerman Königin der Wissenschaften, kata yang berseLTW1suaian dengan ilmu pengetahuan berarti (lapangan) pengetahuan. Jelas, inipun arti asli di dalam bahasa Inggris, dan tiada keraguan bahwa matematika di dalam konteks ini adalah sebuah ilmu pengetahuan. Pengkhususan yang mempersempit makna menjadi ilmu pengetahuan alam adalah di masa terkemudian. Bila seseorang memandang ilmu pengetahuan hanya terbatas pada dunia fisika, maka matematika, atau sekurang-kurangnya matematika murni, bukanlah ilmu pengetahuan.

Albert Einstein menyatakan bahwa "sejauh hukum-hukum matematika merujuk kepada kfqkenyataan, maka mereka tidaklah pasti; dan sejauh mereka pasti, mereka tidak merujuk kepada kenyataan.".

E.     Dasar dan filsafat matematika

Untuk memeriksa dasar-dasar matematika, lapangan logika matematika dan teori himpunan dikembangkan, juga teori kategori yang masih dikembangkan. Kata majemuk "krisis dasar" mejelaskan pencarian dasar kaku untuk matematika yang mengambil tempat pada dasawarsa 1900-an sampai 1930-an. Beberapa ketaksetujuan tentang dasar-dasar matematika berlanjut hingga kini. Krisis dasar dipicu oleh sejumlah silang sengketa pada masa itu, termasuk kontroversi teori himpunan Cantor dan kontroversi Brouwer-Hilbert.
Logika matematika diperhatikan dengan meletakkan matematika pada sebuah kerangka kerja aksiomatis yang kaku, dan mengkaji hasil-hasil kerangka kerja itu. Logika matematika adalah rumah bagi Teori ketaklengkapan kedua Gödel, mungkin hasil yang paling dirayakan di dunia logika, yang (secara informal) berakibat bahwa suatu sistem formal yang berisi aritmetika dasar, jika suara (maksudnya semua teorema yang dapat dibuktikan adalah benar), maka tak-lengkap (maksudnya terdapat teorema sejati yang tidak dapat dibuktikan di dalam sistem itu).
Gödel menunjukkan cara mengonstruksi, sembarang kumpulan aksioma bilangan teoretis yang diberikan, sebuah pernyataan formal di dalam logika yaitu sebuah bilangan sejati-suatu fakta teoretik, tetapi tidak mengikuti aksioma-aksioma itu. Oleh karena itu, tiada sistem formal yang merupakan aksiomatisasi sejati teori bilangan sepenuhnya. Logika modern dibagi ke dalam teori rekursi, teori model, dan teori pembuktian, dan terpaut dekat dengan ilmu komputer teoretis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar